Rabu, 08 April 2009

Politik Pencitraan Maluku

Oleh; M.J Latuconsina


Awal tahun 1999 adalah tahun paling kelam dalam sejarah pembangunan di Maluku. Pasalnya konflik komunal yang melanda Ambon, menyebar ke berbagai daerah di Maluku. Akibatnya lebih dari 7 ribu orang kehilangan nyawa dan memaksa hampir 600 ribu atau 1/3 penduduknya menyandang predikat pengungsi. Hal ini turut berimbas terhadap anjloknya PDRB Maluku yang mencapai 25% dan terus menunjukan perkembangan negatif hingga akhir 2002. Perkembangan negatif ini turut meningkatkan angka kemiskinan hingga 32,13%. Namun dimulai pada tahun 2003, PDRB Maluku meningkat tipis dari 4.8 juta mencapai 5 juta.
 Kurang lebih delapan tahun Maluku sudah meninggalkan kenangan buruk konflik horizontal, yang menyebabkan Maluku mengalami keterpurukan dalam berbagai bidang. Tindaklanjut recovery, rekonstruksi dan rehabilitasi Maluku pasca konflik begitu gencar di lakukan oleh pemerintah daerah, sebagai upaya untuk mengejar ketertinggalan sekaligus mengembalikan citra Maluku yang senantiasa hidup dalam balutan pela-gandong, larvul ngabal dan kalwedo-kidabela, yang merupakan kearifan lokal (local wisdom) dalam merajut kemajemukan sosial budaya orang Maluku.
 Bahkan untuk merealisasikan recovery, rekonstruksi dan rehabilitasi Maluku pasca konflik tersebut, pemerintah pusat di era Presiden Megawati Soekarno Putri pun mengeluarkan Instruksi Nomor 6 Tahun 2003 Tentang Percepatan Pemulihan Pembangunan Provinsi Maluku dan Provinsi Maluku Utara. Hal ini menunjukan adanya itikad baik dari pemerintah pusat dalam memperhatikan pembangunan di Maluku setelah konflik komunal.
 Terlepas dari itu, kondusifnya Maluku adalah modal vital sebagai starting awal bagi pemerintah daerah Maluku untuk merecovery, merekonstruksi dan merehabilitasi Maluku pasca konflik. Sehingga berbagai kebijakan pemerintah daerah untuk menuntaskan masalah sosial seperti; pengungsi, pendidikan, kesehatan, dan transportasi yang merupakan kebutuhan rakyat senantiasa lebih dikedepankan. Sebab keempat masalah ini setelah konflik sangat membutuhkan penanganan serius dari pemerintah daerah.
 Untuk itu, dalam rangka menyebarluaskan kondisi Maluku yang kondusif setelah konflik, sekaligus untuk menumbuhkan kepercayaan publik domestik dan mancanegara terhadap kondisi Maluku saat ini, ditindaklanjuti dengan beragam statemen pejabat publik, baik itu dari institusi sipil maupun dari instutusi milter di daerah ini pada media masa bahwa Maluku telah kondusif, sehingga menimbulkan kepercayaan publik di level domestik dan mancanegara tentang kondisi terkini Maluku.
Misalnya petinggi Polri di daerah ini sebulan yang lalu, pernah mengimbau kepada Departemen Luar Negeri (Deplu) RI agar dapat menjelaskan kepada negara-negara sahabat terutama; AS, Eropa, dan Jepang bahwa kondisi Maluku saat ini sudah aman, menyusul meredanya konflik sosial sejak 19 Januari 1999. Pasalnya Deplu RI memiliki kewenangan untuk memutuskan kondisi wilayah di RI apakah aman/ tidak untuk dapat dikunjungi, terutama bagi warga mancanegara, baik itu dubes negara sahabat maupun investor, LSM internasional, dan wisman.
Oleh sebab itu, "warna merah" di peta keamanan Deplu RI sudah saatnya dihapus agar tidak menjadi alasan bagi dubes, pengusaha, LSM internasional, dan wisman untuk merasa takut berkunjung ke Maluku. Jika "warna merah” di peta Deplu RI masih tetap dipertahankan, berarti Maluku masih dalam status yang tidak kondusif. Sehingga dapat berdampak terhadap enggannya para diplomat, investor, LSM internasional dan wisman untuk berkunjung ke Maluku.(Republika, 14/2/07). 
Politik Pencitraan Maluku
 Statemen pejabat publik tersebut didukung juga oleh pemberitaan media masa yang mengekspos kondisi Maluku yang sudah semakin kondusif. Sehingga tercapai sinergitas antara apa yang dibeberkan oleh pejabat publik dengan kondisi rill Maluku yang memang benar-benar telah kondusif dan bukan merupakan statemen yang sengaja di lontarkan tanpa fakta riil. Oleh karena itu, apa yang di upayakan oleh pemerintah daerah dan berbagai institusi terkait tersebut merupakan bagian dari politik pencitraan Maluku.
 Politik pencitraan Maluku itu ditindaklanjuti dengan dukungan penuh pemerintah daerah Maluku dalam berbagai kegiatan nasional seperti; Rapat Gubernur se-Indonesia, Konas GMKI, Muktamar IMM, Muktamar PII, pertemuan KNPI 7 Provinsi Kepulauan di Kota Ambon. Bias dari event nasional tersebut, merupakan upaya untuk mempromosikan kondisi Maluku yang semakin kondusif. 
 Oleh karena itu, kondusifnya Maluku merupakan modal vital guna mengejar ketertinggalan pembangunan yang dialami daerah ini, sekaligus merupakan sinergitas dari rencana strategi pembangunan Maluku, yang saat ini berada pada tahapan persaingan berkelanjutan. Sehingga upaya untuk mengembalikan Maluku kearah yang lebih baik dapat tercapai sesuai dengan target yang sudah diprogramkan oleh pemerintah daerah.
 Namun tindaklanjut politik pencitraan Maluku, bukan merupakan perkara yang gampang-gampang saja, tanpa dukungan rakyat tentu sia-sia apa yang diupayakan oleh pemerintah daerah bersama instansi terkait. Pasalnya rakyat merupakan elemen vital dalam mendukung politik pencitraan Maluku tersebut. Oleh sebab itu, agar implementasi politik pencitraan ini mendapat dukungan penuh dari rakyat, maka berbagai problem yang dialami rakyat pasca konflik mestinya dapat dituntaskan oleh pemerintah daerah.
 Diantara berbagai persoalan yang dimaksud yakni; masalah pengungsian, pengangguran dan kemiskinan yang masih relativ tinggi di daerah ini. Ketiga permasalahan yang krusial ini, mestinya mendapat perhatian serius dari pemerintah daerah bersama instansi terkait dapat menyelesaiakannya. Sebab ketiga hal ini menjadi kendala yang serius kearah penciptaan Maluku yang kondusif sekaligus menjadi hambatan bagi realisasi politik pencitraan Maluku yang sedang didengung-dengungkan oleh pemerintah daerah.  
Jika ketiga masalah yang urgen ini dapat diselesaikan oleh pemerintah daerah dan instansi terkait, maka akan menjadi motifasi yang positif bagi politik pencitraan Maluku di level domestik dan mancanegara. Sehingga optimisme penciptaan Maluku yang kondusif diharapkan akan tercapai, sekaligus upaya mencapai Maluku dalam tahapan persaingan berkelanjutan yang dicanangkan oleh pemerintah daerah Maluku dapat direalisasikan dengan baik, demi kesejahteraan rakyat di daerah seribu pulau ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar